NERACA PERDAGANGAN INTERNASIONAL INDONESIA - INDIA
Sejak ditandatanganinya Memorandum of Understanding on Agricultural
Cooperation tanggal 20 Pebruari 1992 telah diadakan Senior Official Meeting
(SOM) ke-1 di Jakarta pada tanggal 19 – 21 Januari 1995. Pertemuan ini merupakan upaya untuk melakukan
pertukaran tenaga ahli, kerjasama penelitian, study visit, joint venture dan
pertukaran plasma nutfah (germ plasm).
Kerjasama teknik ini diperkuat dengan penandatanganan “Work Plan” di
bawah MOU tersebut pada tanggal 11 Januari 2001 untuk tahun 2001/2002.
Dasar kerjasama teknik di atas, menunjukkan keseriusan dan keinginan
kedua belah pihak untuk saling mengambil manfaat. Indonesia sangat berpeluang untuk lebih
mengupayakan terjadinya transfer teknologi dan informasi dalam budidaya tanaman
tropik (khususnya lahan kering), farming system, community development, water
management, data base system dan genetic engineering. Hal ini mengingat India memiliki banyak
tenaga ahli yang bekerja profesional di bidang pertanian pada
organisasi-organisasi internasional.
Kerjasama teknik ini juga diharapkan dapat membantu meningkatkan
promosi dan pemasaran produk pertanian Indonesia ke India, khususnya kacang
mete, buah-buahan, kopi, the, cokelat dan rempah-rempah (khususnya lada). Selain itu diharapkan kerjasama ini dapat
dimanfaatkan dalam membangun industri alat mekanisasi pertanian di Indonesia;
mengingat India mempunyai kelebihan dalam penguasaan teknologi logam dan
peralatan berat. India diharapkan juga
dapat membantu “reconditioning” industri
gula Indonesia, dan dalam tahap berikutnya untuk komoditas kedelai dan kapas.
Neraca perdagangan kedua negara menunjukkan peningkatan dan surplus
bagi Indonesia dalam lima tahun terakhir (1995 – 2000). Komoditas pertanian
Indonesia yang memanfaatkan pasar India
adalah buah-buahan dan kacang-kacangan (US $ 39,631,993), kopi (US $ 1,929,472),
teh (US $ 6,557,033), lada (US $9,261,541) dan makanan ternak (US $3,629,310).
Dalam membangun kerjasama bilateral, Indonesia diupayakan dapat
memanfaatkan peluang kerjasama untuk menarik investasi bidang pertanian dari
negara partner. Investasi asing di Indonesia dijamin dengan Undang-Undang No. 1
Tahun 1967 dan investasi sektor pertanian diatur dengan Keputusan Presiden No.
118 Tahun 2000.
Investasi asing sektor pertanian dan industri makanan yang telah
disetujui Pemerintah Indonesia secara umum mengalami peningkatan dan
berfluktuasi dari tahun 1996 s/d 2000. Besarnya perkembangan investasi yang
telah disetujui BKPM dapat dilihat pada Tabel berikut:
Tabel 1. Perkembangan Investasi Sektor
Pertanian dan Industri Makanan Tahun 1996-2000 Yang Telah Disetujui BKPM.
(US$
Million)
Tahun
|
Sektor Pertanian
|
Industri Makanan
|
|||
Tanaman Pangan
|
Peternakan
|
Perkebunan
|
Perikanan
|
||
1996
|
52,2
|
86,0
|
1.168,1
|
79,8
|
691,4
|
1997
|
234,4
|
1,8
|
200,4
|
27,1
|
572,8
|
1998
|
224,4
|
15,4
|
725,4
|
33,0
|
342,0
|
1999
|
80,6
|
48,3
|
283,8
|
69,7
|
680,9
|
2000
|
311,3
|
18,4
|
59,1
|
49,5
|
701,0
|
Kerjasama bilateral bidang pertanian pada masa mendatang diharapkan dapat memanfaatkan peluang investasi asing di Indonesia, baik untuk tanaman pangan, hortikultura, peternakan dan perkebunan. Adapun jenis komoditas, bidang investasi dan lokasi yang dapat dipromosikan secara bilateral dalam menarik investasi asing tersebut dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3.
Kesimpulan : jadi kerjasama antara Indonesia-India di bidang
pertanian dan industri makanan tahun 1996-2000 selalu mengalami peningkatan dan
surplus dari kedua negara tersebut. Komoditas pertanian
Indonesia yang memanfaatkan pasar India
adalah buah-buahan dan kacang-kacangan (US $ 39,631,993), kopi (US $
1,929,472), teh (US $ 6,557,033), lada (US $9,261,541) dan makanan ternak (US
$3,629,310).