Pengertian L/C
Letter of credit,
atau sering disingkat menjadi L/C, LC, atau LOC, adalah sebuah cara pembayaran
internasional yang memungkinkan eksportir menerima pembayaran tanpa menunggu
berita dari luar negeri setelah barang dan berkas dokumen dikirimkan keluar
negeri (kepada pemesan).
Pelaku L/C
- Applicant atau pemohon kredit adalah
importir (pembeli) yang mengajukan aplikasi L/C.
- Beneficiary adalah eksportir (penjual)
yang menerima L/C.
- Issuing
bank atau opening
adalah bank pembuka
L/C.
- Advising
bank adalah
bank yang meneruskan L/C, yaitu bank koresponden (agen) yang meneruskan
L/C kepada beneficiary. Bank tidak bertanggung jawab atas isi L/C
dan hanya bertindak sebagai perantara.
- Confirming
bank adalah
bank yang melakukan konfirmasi atas permintaan issuing bank dan menjamin
sepenuhnya pembayaran.
- Paying
bank adalah
bank yang secara khusus ditunjuk dalam L/C untuk melakukan pembayaran dan beneficiary
berkewajib
- Carrier adalah pengangkut barang yang
dikirim (Perusahaan Pelayaran/Penerbangan) untuk dibeberapa negara dengan
perbatasan darat bisa juga perusahaan angkutan darat seperti truk, kereta
Dll).
Tata cara pembayaran dengan L/C
- Importir
meminta kepada banknya (bank devisa) untuk membuka suatu L/C untuk dan atas
nama eksportir. Dalam hal ini, importir bertindak sebagai opener.
Bila importir sudah memenuhi ketentuan yang berlaku untuk impor seperti
keharusan adanya surat izin impor, maka bank melakukan kontrak valuta (KV)
dengan importir dan melaksanakan pembukaan L/C atas nama importir. Bank
dalam hal ini bertindak sebagai opening/issuing bank. Pembukaan L/C
ini dilakukan melalui salah satu koresponden bank di luar negeri.
Koresponden bank yang bertindak sebagai perantara kedua ini disebut
sebagai advising bank atau notifiying bank. Advising bank
memberitahukan kepada eksportir mengenai pembukaan L/C tersebut. Eksportir
yang menerima L/C disebut beneficiary.
- Eksportir
menyerahkan barang ke Carrier, sebagai gantinya Eksportir akan
mendapatkan bill of lading.
- Eksportir
menyerahkan bill of lading kepada bank untuk mendapatkan pembayaran. Paying
bank kemudian menyerahkan sejumlah uang setelah mereka mendapatkan
bill of lading tersebut dari eksportir. Bill of lading tersebut kemudian
diberikan kepada Importir.
- Importir
menyerahkan bill of lading kepada Carrier untuk ditukarkan dengan barang
yang dikirimkan oleh eksportir.
Jenis-jenis L/C :
Adalah L/C yang sewaktu-waktu dapat
dibatalkan atau diubah secara sepihak oleh opener atau oleh issuing
bank tanpa memerlukan persetujuan dari beneficiary.
Irrevocable L/C adalah L/C yang tidak bisa
dibatalkan selama jangka berlaku (validity) yang ditentukan dalam L/C
tersebut dan opening bank tetap menjamin untuk menerima wesel-wesel yang
ditarik atas L/C tersebut. Pembatalan mungkin juga dilakukan, tetapi harus atas
persetujuan semua pihak yang bersangkutan dengan L/C tersebut.
- Irrevocable
dan Confirmed L/C
L/C ini diangggap paling sempurna
dan paling aman dari sudut penerima L/C (beneficiary) karena pembayaran
atau pelunasan wesel yang ditarik atas L/C ini dijamin sepenuhnya oleh opening
bank maupun oleh advising bank, bila segala syarat-syarat dipenuhi,
serta tidak mudah dibatalkan karena sifatnya yang irrevocable.
Dalam L/C ini tidak dicantumkan
syarat-syarat lain untuk penarikan
suatu wesel. Artinya, tidak
diperlukan dokumen-dokumen lainnya, bahkan pengambilan uang dari kredit yang tersedia dapat
dilakukan dengan penyerahan kuitansi biasa.
- Documentary
Letter of Credit
Penarikan uang atau kredit yang
tersedia harus dilengkapi dengan dokumen-dokumen lain sebagaimana disebut dalam
syarat-syarat dari L/C.
- Documentary
L/C dengan Red Clause
Jenis L/C ini, penerima L/C
(beneficiary) diberi hak untuk menarik sebagian dari jumlah L/C yang tersedia
dengan penyerahan kuitansi biasa atau dengan penarikan wesel tanpa memerlukan
dokumen lainnya, sedangkan sisanya dilaksanakan seperti dalam hal documentary
L/C. L/C ini merupakan kombinasi open L/C dengan documentary L/C.
L/C ini memungkinkan kredit yang
tersedia dipakai ulang tanpa mengadakan perubahan syarat khusus pada L/C
tersebut. Misalnya, untuk jangka waktu enam bulan, kredit tersedia setiap
bulannya US$ 1.200, berarti secara otomatis setiap bulan (selama enam bulan)
kredit tersedia sebesar US$ 1.200, tidak peduli apakah jumlah itu dipakai atau
tidak.
Dalam L/C ini, penerima (beneficiary)
biasanya bukan pemilik barang, tetapi hanya perantara. Oleh karena itu,
penerima L/C ini terpaksa meminta bantuan banknya untuk membuka L/C untuk
pemilik barang-barang yang sebenarnya dengan menjaminkan L/C yang diterimanya
dari luar negeri.
Beneficiary berhak memnita kepada
bank yang diamanatkan untuk melakukan pembayaran/akseptasi kepada setiap bank
yang berhak melakukan negosiasi, untuk menyerahkan hak atas kredit
sepenuhnya/sebagian kepada pihak ketiga.
UCP 600
UCP 600 (“Uniform Customs & Practice
for Documentary Credits”) adalah versi terakhir untuk pedoman umum
internasional(best practice) transaksi LC yang diterbitkan oleh ALIHICC (International Chamber of Commerce).
UCP 600 berlaku efektif sejak 1 Juli 2007 menggantikan pedoman sebelumnya (UCP
500). Sejak tanggal tersebut diharapkan semua bank yang menerbitkan LC baru
mengacu pada UCP 600.
Letter of Credit yang biasa disingkat dengan (L/C)
merupakan salah satu instrument pembayaran yang sangat penting dalam
perdagangan international. Letter of Credit sangat vital dalam memberikan
keyakinan kepada pembeli (buyer) maupun penjual (seller)
dalam melakukan perdagangan international (export-import).
Dengan tersedianya Letter of Credit :
Penjual (Seller/Exporter) :
Mendapat keyakinan
akan
ketersediaan pembayaran atas barang dan atau jasa yang diserahkan. Dengan telah
dibukanya Letter of Credit oleh pihak buyer, seller tidak perlu khawatir
mengenai adanya kemungkinan barang dan atau jasa yang diserahkan tidak
(kurang)dibayar, sepanjang klausa (Term and Condition) yang tercantum di dalam
L/C dipenuhi. Keyakinan tersebut diperoleh dengan adanya penegasan dari pihak
bank pembuka L/C bahwa pihak pembeli (buyer) memiliki kemampuan yang cukup untuk
membayar dan dalam hal ini bank pembuka L/C menjamin akan mendibit rekening
pihak pembeli, jika pihak penjual menyerahkan dokumen-dokumen yang
dipersyaratkan.
Bahkan di Indonesia, penguasaan terhadap sebuah Letter
of Credit (L/C), bisa dijadikan dasar permohonan "Kredit Export (KE)"
guna memperoleh dana lebih awal dari bank devisa, untuk dipergunakan sebagai
modal kerja dalam memproduksi barang yang difasilitasi oleh Letter of Credit
tersebut. Tentu saja pihak bank akan mengenakan bunga tertentu atas kredit
tersebut, yang biasa disebut dengan bunga diskonto.
Pembeli (Buyer/Importer) :
Memperoleh keyakinan
bahwa dia/mereka hanya akan membayar seller atas penyerahan barang dan
atau jasa yang dipesannya sesuai dengan syarat yang telah disepakati sebelumnya
yang akan dituangkan di dalam "Term and Condition" L/C yang akan
dibuka. Dalam hal ini bank pembuka hanya akan mendebit rekening buyer, jika
bank telah menerima dokumen yang dipersyaratkan.
Bagi mereka yang berada di bagian accounting maupun keuangan, mengenal
dan mengetahui dasar mekanisme kerja letter of credit adalah penting, sehingga
dapat diestimasi
: kapan dan bagaimana TRANSAKSI SALES (jika perusahaan bertindak selaku
seller) atau PURCHASE (jika perusahaan bertindak sebagai buyer) akan berakibat terhadap
POSISI KAS perusahaan. Jika rekan-rekan di accounting atau keuangan
menguasai mekanisme "Letter of Credit", maka itu merupakan
nilai plus yang melengkapi keahlian dalam mengelola keuangan perusahaan
(tinggal beberapa langkah menuju jenjang career yang lebih tinggi/financial
controller). Menarik kan ?.
Sedangkan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia export-import, "Letter
of Credit" adalah sesuatu yang wajib untuk dikuasai. Bagaimana tidak,
atas proses export-import yang menggunakan instrument Letter Of Credit,
langkah demi langkahnya harus selalu stick on (berpatokan) pada butir-butir “Term
and Condition” yang tercantum di dalam Letter of Credit. Mulai dari :
- Packing
Instruction : dimension, unit weight, quantity/volume per pack, side/front
pack marking, dll.
- Document
Required : Export License, Commercial invoice, Certificate of Inspection,
Fumigation Certificate, dll.
- Shipping
Instruction : Nominated Forwarder, Port of Departure, Notify Party, Port
of Destination, Consignee Name, dll.
- Penyimpangan
(discrepancies) sangat kecil/sepele sekalipun terhadap instruksi
(instruction) maupun permintaan (requirement) yang tercantum di dalam
“Term and Condition” OTOMATIS MENGAKIBATKAN GAGALNYA REALISASI PEMBAYARAN
atas sebuah transaksi yang di fasilitasi dengan Letter of Credit. Dan ini
adalah tanggung jawab mereka-mereka yang berada di bagian Export-Import.
Catatan Penting :
Dalam sebuah transaksi
yang menggunakan Letter of Credit, yang menjadi penentu dasar realisasi
pembayaran adalah Dokumen. Sedangkan kondisi barang/jasa yang
diperjual-belikan maupun hal-hal lain yang menyangkut kesepakatan seller dengan
buyer, adalah diluar tanggung jawab institusi keuangan (dalam hal ini bank),
artinya : bank pembuka berhak mendebit rekening buyer dan wajib membayarkannya
kepada seller melalui bank yang ditunjuk begitu dokumen diterima dalam
keadaan lengkap dan sesuai dengan kondisi yang dipersayaratkan, terlepas apakah
barang/jasa yang diserahkan dalam keadaan yang sesuai dengan kesepakatan antara
buyer dengan seller atau tidak.
Elemen dan
Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proses Letter Of Credit
Berikut adalah elemen dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses sebuah Letter
of Credit :
Pembeli (Buyer)
Adalah pihak pembeli yang berinisiatif untuk membuka sebuah Letter of Credit
untuk transaksi pembelian yang dilakukannya dengan pihak seller.
Draft of Purchase Order
Adalah sebuah dokumen awal atau draft sebagai bukti atas pemesanan suatu barang
dan atau jasa. Draft PO biasanya merupakan bukti pemesanan awal yang sudah 99%
final hanya saja pembuat draft (buyer) belum sempat untuk mengubahnya ke dalam
bentuk kontrak resmi. Jenis barang, jumlah/volume, spesifikasi barang, standar
kwalitas, cara pengemasan (packaging) sudah tersedia lengkap dan telah
ditandatangani oleh pihak pembeli maupun penjual.
Purchase Order/Contract
Adalah draft order yang telah dituangkan kedalam lembaran resmi entah itu
Official Purchase Order maupun Purchase Contract.
Letter of Credit’s Amount
Menyebutkan Nilai Nominal yang boleh dicairkan atas Letter of Credit tersebut.
Nilainya seharusnya sama dengan nilai purchase order / contract. Namun demikian
terkadang juga disebutkan batas nilai minimum dan maksimum, yang mana L/C akan
ditolak apabila nilai yang akan dicairkan (tercantum) dalam dokumen export
lebih kecil (short shipment) atau lebih besar (over shipment) dari melewati
batas minimum/maksimium yang disebutkan di dalam L/C.
Issuing Bank
Adalah pihak yang memfasilitasi Letter of Credit, biasanya bank devisa dimana
rekening buyer berada. Issuing Bank lah yang menerbitkan Letter Of Credit.
Advising Bank
Adalah Bank yang menerima Letter of Credit sekaligus menyampaikannya kepada
pihak penerima Letter of Credit (seller). Jika advising bank memiliki hubungan
correspondent, maka selanjutnya Advising Bank akan menjadi pihak yang
menjembatani (correspondent) peresentasi dokumen maupun pencairan dana antara
Issuing Bank dengan pihak penerima pembayaran (seller).
Correspondent/Confirming Bank
Adalah Bank yang menghubungkan Issuink Bank dengan Advising Bank. Correspondent
Bank/Confirming Bank dibutuhkan apabila Issuing Bank tidak memiliki hubungan
correspondent dengan Advising Bank yang ditunjuk oleh pihak seller. Mengapa
hubungan correspondent dibutuhkan ?, karena untuk lalulintas pembayaran, bank
yang berhubungan harus memiliki catatan speciment pejabat bank-nya
masing-masing. Jika antara Issuing Bank dengan Advising Bank tidak ad ahubungan
correspondent, maka mustahil mekanisme proses sebuah L/C dapat dilaksanakan,
untuk itulah diperlukan correspondent bank. Correspondent bank sudah pasti
sebuah bank yang memiliki correspondent dengan advising bank.
Beneficiary (seller)
Adalah pihak yang akan berhak menerima pembayaran atas sebuah Letter of Credit,
dalam hal ini adalah penjual (seller).
Export Document
Adalah satu (atau lebih) set document export, termasuk Bill of Lading (BL) atau
Air Way Bill (AWB). Akan kita bahas di sub pokok bahasan lain.
Time
Set
Dalam sebuah L/C juga ditentukan mengenai batas-batas waktu tertentu atas
sebuah proses dalam transaksi tersebut, yaitu :
(-). Latest Delivery Time : adalah batas penyerahan akhir dari barang/jasa yang
dipesan oleh buyer. Buyer menentukan kapan barang tersebut harus diserahkan.
Apabila kondisi penyerahan adalah FOB, maka yang dijadikan patokan adalah
tanggal Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill (Awb). Apabila kondisi
penyerahan adalah C&F atau CIF maka yang dijadikan patokan adalah tanggal
kapan barang di-realease oleh custom pelabuhan tujuan (port of destination).
(-). Latest Presentation Document Date : adalah batas tanggal penerimaan akhir
dokumen oleh pihak Issuing Bank. Issuing Bank menentukan batas akhir kapan
dokumen export harus diterima oleh Issuing Bank.
Certificate of Inspection
Adalah sebuah dokumen yang berupa sertifikat, yang menyatakan barang/jasa telah
diperiksa (inspected) secara seksama, dimana barang/jasa telah memenuhi syarat
yang telah ditentukan oleh pembeli (buyer) sehingga diberikan sertifikat.
Certificate of Inspection biasanya dikeluarkan oleh institusi yang ditunjuk
sebagai inspector (pemeriksa) oleh pihak pembeli (inspector).
Alur Proses Letter of Credit
Alur proses sebuah Letter of Credit dapat digambarkan sebagai berikut :
Penjelasan :
(1). Buyer berinsitif untuk memesan barang/jasa
(2). Seller meminta buyer untuk membuka sebuah L/C, dengan
memberitahukan “Term and Condition” yang bisa diterima serta nama advising bank
yang ditunjuk.
(3). Buyer meminta bank dimana rekeningnya berada (Issuing Bank) untuk
membuka sebuah L/C dengan memberitahukan “Term and Condition” yang bisa
diterima serta nama advising bank yang ditunjuk oleh seller.
(4). Issuing Bank membuka sebuah L/C dan mengirimkannya kepada Advising
Bank. (Sekaligus mengirimkan copy-nya kepada buyer, buyer mengirimkan copy
tersebut kepada pihak seller sebagai konfirmasi bahwa L/C telah dibuka). Jika
issuing Bank tidak mempunyai hubungan correspondent dengan Advising Bank, maka
buyer akan mencari Bank Correspondent sebagai perantara.
(5). Advising Bank menyampaikan L/C tersebut kepada beneficiary (seller).
(6). Setelah barang/jasa yang dipesan siap untuk dikirimkan, beneficiary
(seller) menyiapkan dokumen yang dipersyaratkan di dalam L/C (dokumen export).
Jika dokumen telah siap, maka beneficiary akan menyerahkan dokumen tersebut
kepada Advising Bank.
(7). Advising Bank akan mempelajari isi dokumen, jika telah memenuhi
syarat (sesuai dengan kondisi L/C) maka dokumen akan dikirimkan kepada Issuing
Bank untuk meminta pembayaran, jika tidak maka dokumen akan ditolak dan
dikembalikan kepada beneficiary serta memberitahukan penyimpangan yang telah
terjadi.
(8). Begitu dokumen
diterima, Issuing Bank akan memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang
diterima dengan term and condition di dalam L/C, Jika tidak sesuai maka
pembayaran akan ditolak. Jika sesuai maka Issuing Bank akan membayar pihak
beneficiary (seller) melalui Advising Bank, serta mengirimkan dokumen tersebut
ke pihak buyer. Dengan dokumen asli yang diterima dari issuing bank, pihak
buyer akan mengambil barang/jasa di custom, tanpa dokumen asli tersebut, pihak
buyer tidak akan bisa mengambil barang/jasa tersebut.
Karakteristik
sebuah Letter of Credit
Untuk mengetahui apakah sebuah Letter of Credit baik atau vuruk kondisinya,
maka perlu terlebih dahulu mengetahui karakterikstik dari sebuah L/C. Berikut
adalah karakterikstik-karakteristik dasar dari sebuah L/C :
Transferable / Non Transferable
Karakteristik ini adalah menunjukkan, apakah Letter of Credit tersebut boleh
dipindah-tangankan atau tidak
Transferable, artinya : Bisa dipindah tangankan. Kondisi tranferrable
biasanya disertai dengan kondisi lain yaitu adanya “Blank Endorsment”. Artinya
: dengan blank endorsement, maka L/c tersebut dapat dipindahtangankan kepada
pihak manapun sesuai dengan keinginan beneficiary. Jika dalam keadaan
“endorsed” (ter-endor), maka L/C tersebut hanya boleh dicairkan oleh pihak yang
mengendors saja.
Non Transferable : lawan dari transferable.
Pada umumnya seller tidak akan menerima non-transferrable L/C.
Revocable/Irrevocable
(-). Revocable : artinya “Term and Condition” di dalam L/C yang telah
diterbitkan dapat diubah sewaktu-waktu oleh Issuing Bank (atas permintaan
Buyer) tanpa meminta persetujuan pihak Issuing Bank maupun Beneficiary
(seller). Karakteristik L/C ini adalah tidak baik. Tidak satupun seller yang
bersedia menerima L/C jenis revocable.
(-). Irrevocable : artinya “Term and Condition” di dalam L/C yang telah
diterbitkan hanya boleh diubah atas kesepakatan beneficiary (seller) dengan
buyer. Karakteristik ini adalah baik dan diminta oleh seller manapun.
Availability
(-). Available at any bank : artinya L/C tersebut boleh dicairkan di
bank manapun yang ditunjuk oleh pihak beneficiary. Kondisi ini sangat
diharapkan oleh pihak seller, karena dengan kondisi ini Issuing Bank wajib
mencari correspondent bank untuk berhubungan dengan Advising Bank yang di
tunjuk oleh pihak seller. Dan atas biaya correspondent yang timbul, pihak
Issuing Bank wajib menaggungnya dengan mendebit rekening buyer.
(-). Available only at Bank A : artinya seller harus menunjuk bank yang
memiliki correspondent dengan Bank A untuk melakukan pencairan L/C. Dan
Advising Bank wajib menanggung biaya correspondent yang timbul dengan mendebit
rekening seller. Karakteristik L/C seperti ini biasanya tidak bisa diterima
oleh pihak seller.
Contoh kasus L/C
Memahami Kasus L/C Bank
BNI dari Aspek Teknis Perbankan
KASUS manipulasi surat
kredit (letter of credit) yang terjadi di PT Bank Negara Indonesia (Persero)
Tbk makin banyak diberitakan di berbagai media cetak dan elektronik.
Pemberitaan yang makin meluas tersebut bukannya makin membuat kejelasan bagi
masyarakat mengenai apa yang sebenarnya terjadi, tetapi makin membingungkan.
Banyak pertanyaan timbul bagi orang awam yang menyangkut teknik
operasionalisasi L/C dan aspek hukumnya. Dalam tulisan ini, penulis akan
memberikan ulasan mengenai kasus ini dilihat dari teknik perbankan yang
menyangkut operasionalisasi L/C dan aspek hukumnya.
KASUS bermula dari
diterimanya L/C bernilai Rp 1,7 triliun oleh Bank BNI Cabang Kebayoran Baru.
L/C tersebut dibuka oleh bank-bank yang selain bukan merupakan koresponden Bank
BNI, juga bank-bank yang berasal dari negara-negara dalam kategori berisiko
tinggi (high risk countries).
Bank-bank tersebut adalah Dubai Bank Kenya
Limited; Rosbank Switzerland SA; Middle East Bank Kenya Ltd; dan The Wall
Street Banking Corp, Cook Islands Beneficiary (eksportir). Sementara yang
menerima L/C adalah perusahaan-perusahaan dalam Gramarindo Group dan Petindo
Group. Komoditas yang diekspor adalah pasir kuarsa dan residu minyak dengan
negara tujuan Kenya
dan beberapa negara di Afrika.
Apa yang seharusnya dilakukan kantor cabang
bank penerima L/C (dalam hal ini BNI Kebayoran Baru) ketika menerima dan
menegosiasi L/C tersebut? Bank BNI memiliki buku pedoman perusahaan (BPP) yang
merupakan buku pegangan kerja bagi setiap petugas, termasuk sistem pengamanan L/C.
Sebelum L/C tersebut diteruskan kepada
eksportir, pertama-tama yang harus dilakukan Bank BNI Kebayoran Baru adalah
membuat/mengisi work sheet. Work sheet tersebut merupakan lembaran catatan bank
yang akan selalu diisi dan menjadi pedoman petugas-petugas bank dalam menangani
L/C tersebut, yaitu mulai dari saat L/C itu diterima sampai saat L/C itu
dinegosiasikan dan dibayar.
Dengan kata lain, work sheet itu harus selalu
berada di dalam pending file. Dalam work sheet itu harus dicatat hal-hal yang
menyangkut rincian L/C.
Antara lain siapa bank pembuka (issuing atau
opening bank), nomor dan tanggal L/C, siapa eksportirnya, untuk komoditas apa
(barang yang diekspor), berapa jumlah satuan atau beratnya, berapa nilainya dan
dalam mata uang apa, batas waktu L/C (expiry date), dan batas waktu tanggal
bill of lading (dokumen pengangkutan kapal).
Selain itu, dicatat pula apa syarat-syarat
L/C, antara lain apakah L/C itu merupakan usance L/C (artinya, wesel ekspor yang harus dibuat eksportir
adalah wesel
ekspor berjangka yang harus dibayar importir dalam jangka waktu tertentu,
misalnya 90 hari setelah wesel
itu diterima importir).
Atau L/C tersebut merupakan sight L/C
(artinya, wesel
ekspor yang harus dibuat oleh eksportir adalah wesel ekspor yang harus segera dibayar
seketika wesel
itu diterima importir).
Atau mungkin juga itu merupakan standby L/C
(SBLC), yakni L/C yang berfungsi sebagai jaminan untuk pembiayaan yang
diberikan bank pembuka L/C kepada beneficiary L/C. Dalam kasus Bank BNI, L/C
tersebut merupakan usance L/C dan SBLC.
Dicatat pula dalam work sheet tersebut adalah
dokumen-dokumen apa saja selain wesel
ekspor yang harus diserahkan oleh eksportir kepada negotiating bank atau paying
bank (bank pembayar, dalam hal ini Bank BNI Kebayoran Baru).
Dalam work sheet, bank penerima L/C harus
mencatat keganjilan-keganjilan (unusualities) dilihat dari ketentuan intern
bank penerima (dalam hal ini Bank BNI), kebiasaan-kebiasaan yang berlaku bagi
transaksi bisnis yang terkait dengan transaksi L/C tersebut, dari ketentuan
Bank Indonesia, dari UCP 500 (ketentuan internasional yang mengatur tentang
L/C), dari peraturan perundang-undangan Indonesia.
Pada waktu bank penerima melakukan negosiasi
(mengambil alih) wesel
ekspor dan dokumen-dokumen ekspor lainnya, petugas bank harus memeriksa apakah
dokumen-dokumen yang diserahkan eksportir terdapat kesesuaian (comply with)
dengan syarat-syarat L/C.
Bila tidak terdapat kesesuaian (terjadi
discrepancies), dalam work sheet harus dicatat pula. Selain itu, dalam work
sheet dicatat pula apa yang telah dilakukan bank penerima berkaitan dengan
adanya discrepancies tersebut.
Pertanyaan sehubungan dengan kasus ini adalah
apakah Bank BNI Kebayoran Baru telah mengisi work sheet tersebut? Menurut
informasi, Bank BNI Kebayoran Baru ternyata tidak membuat work sheet, sedangkan
work sheet merupakan salah satu sarana pengamanan bagi para petugas dan pejabat
bank yang terkait dan bertanggung jawab dengan L/C tersebut.
SEBAGAIMANA telah dikemukakan di atas,
bank-bank pembuka L/C tersebut bukan koresponden Bank BNI. Apakah bank penerbit
L/C (issuing bank) harus merupakan bank koresponden? Bank pembuka L/C tidak
selalu harus bank koresponden.
Apabila bank penerima L/C ingin bertindak
sebagai paying bank, misalnya karena eksportir adalah nasabah baiknya, bank
harus menerima konfirmasi terlebih dahulu dari bank pembuka L/C tersebut.
Apabila bank pembuka bukan bank koresponden,
bank penerima seyogianya hanya bertindak sebagai advising bank saja. Artinya,
bank penerima tersebut hanya bertindak sebagai bank yang meneruskan L/C kepada
beneficiary saja tanpa memberikan kesanggupan untuk bertindak sebagai paying
bank.
Dalam hal bank pembuka bukan bank
koresponden, bank penerima L/C dapat bertindak sebagai paying bank hanya
apabila L/C tersebut dijamin oleh salah satu bank koresponden atau oleh salah
satu bank berperingkat "triple A".
Mengapa disyaratkan
bahwa bank pembuka L/C harus suatu bank koresponden? Hal ini disebabkan dengan
bank koresponden tersebut ada suatu perjanjian hubungan koresponden yang
memuat, antara lain pemberian credit line (pendanaan) untuk masing-masing
transaksi
Pertanyaan lain adalah
apakah cabang bank penerima L/C dibatasi kewenangannya untuk bertindak sebagai
paying bank? Suatu cabang bank penerima pada umumnya dibatasi kewenangannya
oleh direksi bank untuk mengambil alih wesel ekspor dan membayarnya.
Dalam kasus Bank BNI,
ternyata L/C tersebut tidak dibuka dalam satu L/C dengan jumlah yang sekaligus
besar, tetapi dipecah-pecah menjadi banyak L/C yang jumlah untuk masing-masing
L/C masih dalam batas kewenangan pemimpin cabang.
Dengan demikian, kantor
cabang bank yang bersangkutan tidak perlu harus meminta persetujuan atasannya
(dalam hal kasus ini adalah sampai ke tingkat kantor wilayah atau kantor
besar).
Menurut ketentuan
Undang-Undang Perbankan, bank harus selalu berhati-hati dalam melaksanakan
kegiatan usahanya. Berkenaan dengan transaksi L/C Bank BNI Kebayoran Baru
tersebut, kehati-hatian bank itu antara lain menyangkut siapa yang menjadi
beneficiary L/C.
Apakah beneficiary
adalah nasabah bank penerima dan bagaimana reputasinya selama ini? Apakah
beneficiary memiliki kemampuan untuk melaksanakan transaksi komoditas
sebagaimana yang dimaksud dalam L/C.
Apabila, misalnya,
transaksi itu bukan merupakan bidang usaha beneficiary yang digelutinya selama
ini, bank seyogianya waspada. Keharusan untuk bank berhati-hati itu ditentukan
dalam Pasal 2 Undang-Undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dan ditambah dengan Undang-Undang No 10 Tahun 1998.
Pelanggaran terhadap
ketentuan itu dapat diancam dengan pidana penjara dan pidana denda berdasarkan
Pasal 49 Ayat (2) Huruf b Undang-Undang Perbankan.
APAKAH kehati-hatian itu
sudah dilakukan Bank BNI Kebayoran Baru? Apabila menurut penelitian bank
penerima beneficiary bukan merupakan beneficiary yang bonafide, Bank BNI
Kebayoran Baru seyogianya tidak mengambil alih wesel ekspor berjangka dengan
mendiskonto wesel yang diajukan oleh eksportir.
Yang dimaksudkan dengan
mengambil alih wesel ekspor berjangka tersebut dengan mendiskonto adalah
membayar harga wesel sekarang dengan harga yang lebih murah daripada nilainya
karena bank baru bisa memperoleh pembayaran untuk nilai penuh wesel itu pada
jatuh waktunya yang masih beberapa bulan lagi (pada umumnya 90 hari setelah
wesel diterima oleh bank pembuka L/C).
Sepengetahuan penulis,
sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN,
termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama
bertahun-tahun, antara lain berdasarkan pengalaman- pengalaman pahit masa
lampau.
Akan tetapi, sistem
pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para
petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila
para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang
tidak baik, bank akan kebobolan juga.
Bank selalu dihadapkan
pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah.
Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan
nasabah.
Sebaliknya, pelayanan
yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan.
Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang
tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian,
ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah
dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern
Bank BNI. Transaksi usance L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah
dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului
adanya akseptasi dari bank penerbit.
Di samping itu,
dokumen-dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa
kelengkapan dokumen.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan
oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan-perusahaan yang
termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor
fiktif.
Hal ini terungkap antara lain dari hasil
verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung
menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea
Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB
tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran
hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah
dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan
dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau
melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor
besar Bank BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah menahan
pegawai Bank BNI Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan
pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer
Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).